Monday, May 21, 2018

Apakah Cinta Serumit Ini?





Apakah cinta serumit ini?
Karya  : Beni Purna I, S. Pd.

Lama tak ada perbincangan di antara aku dan dia. Apa kabarnya dia sekarang? Semoga Allah Swt. senantiasa memberikan nikmat kesehatan untuk dia beserta keluarganya. Maafkan aku karena belum sempat mengirimkan cerita-cerita untuknya lagi. Aku masih ingat sekali pinta dia yang ingin membaca-baca ceritaku. Namun sayang, semuanya telah memudar bak goresan tinta yang mulai luntur. Meninggalkan bekas lara. Jadi aku akan tetap berusaha memberikannya ini. Potongan hidupku setelah kamu meninggalkanku dan memutuskan untuk hilang. Dia tak pernah tahu apa yang terjadi padaku setelah itu.

“Apakah cinta hanya persoalan rasa?”
“lantas jika rasa itu memudar apakah cinta juga ikut sirna?” pertanyaanku waktu itu.
Entah kenapa pertanyaan itu masih bercokol kuat dalam hatiku sampai saat ini. “Mungkin memang benar cinta hanya persoalan rasa” gumamku ditengah kesedihan dan keputus asaan. Aku tak perlu sok kuat. Memang kenyataannya aku seperti ini. Aku sering mendapati diriku menangis. Bagiku, menagis itu dapat mencairkan suasana hati. Jadi sampai kapan pun aku akan tetap dapat menangis. Entah kenapa di saat aku benar-benar ingin melupakannya. Tuhan memberikanku sebuah jawaban? Kalian tahu apa itu?

Perasaanku mengalir, memaksaku untuk menarikan pena yang telah lama mati. Hari itu Selasa, 28 April 2015 ku dapati diriku menangis bahkan amat sering sampai teman kosku berkata, “Kasian mas Ben”. Aku tak bisa tidur semalaman, makan pun juga aku indahkan. Parahnya lagi kejadian itu membuat aku down. Aku fakum kurang lebih selama dua minggu menanggalkan skripsi. Ujian ini terlalu besar ya Allah. Aku serasa tulang-tulangku dilolosi semua dari tubuhku. Lemas. Aku sangat membutuhkannya.

Sosok dia yang selama ini hilang bersama pekatnya malam. Namun, aku sadar aku bukanlah orang yang baik untuknya. Aku tak mungkin kembali karena aku menghargai keputusannya. Aku merasa kalau di antara kita berdua bisa saling melengkapi, mendukung, mensuport, dan merasa lebih hebat dibandingkan dengan apapun. Memang sih tak dipungkiri, melakukan sendiri pun juga bisa tapi nanti hasilnya akan berbeda jika dilakukan berdua. Jadi aku memutuskan untuk memohon kepada Allah Swt. berdoa, solat, yasinan, mengadu keluh kesah, dan memohon supaya netbook ku dapat dikembalikan. Aku berikhtiar mencoba mencari netbookku yang hilang. Alhamdulliah banyak sekali teman yang membantuku. 


Waktu gegas berlalu. Memaksaku untuk belajar ikhlas ketika tak bisa menguak pelaku yang mencuri netbook ku. Dalam sela waktu aku terkadang masih teringat dia. Aku bersumpah akan menciptakan sejarah besar untuknya meskipun dengan keterbatasan. Aku akan maju melawan rasa takut dan membuat orang lain tidak kecewa. Ada banyak orang yang perduli denganku. Dan masih banyak lagi yang memperjuangkanku sampai saat ini. Jadi aku harus bangkit dan semangat kembali demi orang-orang yang telah banyak memperjuangkanku. Jika aku menyerah di sini, aku tidak akan bisa menciptakan sejarah besar dalam hidupku. Dan aku masih berhutang ini untuknya.

 “Aku harus bisa melewati masa-masa tersulit ini” ucapku dalam hati.
Di saat aku terpuruk, dia tidak ada, Tuhan memberikan jawaban lewat seseorang yang begitu lembut sikapnya ke aku.
“Kenapa kamu sampai melakukan hal konyol seperti ini untuk aku?” Kenapa kamu sampai begitu perdulinya ke aku?” Pertanyaanku mengudara untuk wanita itu.
“Karena...aku suka mas sama kamu”. Aku perduli. Aku sayang mas sama kamu.” penuturan Setyawati meluruhkan derap hatiku. Kedaan menjadi senyap. Beberapa detik sampai keheningan merayap masuk ke dalam percakapan kami. Aku sempat berpikir apakah ini jawaban yang Tuhan berikan untukku. Padahal aku mengenalnya belum lama. Dan aku belum bisa melupakan orang yang sangat aku cintai.
“Maaf, namun hatiku sudah terlanjur aku berikan untuk seseorang.” Kata-kata itu tersekat ditenggorokan dan tak mampu aku ungkapkan.
Beberapa hari kemudian sebuah pesan singkat berisi, “kamu disuruh buka fb, inbok kamu sudah dibalas sama NU.” Begitu kata Nur Khamidah. Padahal aku berdoa supaya dia menanyakan itu langsung ke aku, bukan menitipkan pesan ke temannya. Aku tahu NU itu sedikit gengsi. Maaf. Aku sedikit tahu banyak tentang orang yang aku cintai. Soal waktu itu, aku rasa dia sedang dikuasai oleh ego. “Apakah kini kamu menyesal telah memutuskan untuk pergi dan melupakan semua?” aku ingin bertanya itu padanya tapi niat itu aku urungkan. Bagi dia masa lalu itu tidak penting. Namun, bagiku masa lalu itu berharga, jika aku tak punya masa lalu, aku tidak akan bisa menulis seperti ini. Iya aku tahu tulisanku jelek seperti diriku ini. Oleh karena itu, aku akan tetap belajar menulis. 

Kamu pernah berkata “hal yang tidak bisa kembali adalah waktu, kesempatan, kata-kata.” Mudah saja bagi dia untuk mengembalikan itu semua. Lanjut dia, “hal yang bisa merusak adalah marah, benci, ego.” Aku rasa dia pun bisa memperbaiki itu semua. Mudah saja baginya. Mudah saja untuknya. Insya Allah aku berusaha untuk tidak menyesal dengan keputusannya waktu itu. Aku menghargainya. Aku ingin mendengarkannya dari hati bukan dari egonya. Mungkin kita tidak seharusnya seperti ini. Dan kita masih punya waktu untuk memperbaiki semuanya. 

Apa yang aku ceritakan ini adalah bentuk penghayatanku paling dalam atas hidup dan kehidupan. Aku tak habis pikir apa yang membuatnya seperti ini.
“Dia sekarang sudah punya pacar baru loh. Kemarin saja baru diapeli” tutur Nur Khamidah. Aku tercengang. Sumudah itu ya bagi dia. Andai saja rasa cintanya seperti cintaku. Andai juga sakitnya seperti sakitku. Mungkin dia akan mengerti sedikit hal. Aku senang mendengar kabar ini meskipun di sisi lain membuatku makin terluka. 

Di antara cinta yang pernah ku miliki, hanya dia yang membuatku seperti ini. Aku tak bisa membohongi perasaanku. Perasaanku makin berkecamuk, “Bagaimana caraku supaya cinta dalam hatinya bersemi, sedangkan orang lain begitu mudah diterima bahkan pernah main ke rumahnya.” Aku saja selama ini belum pernah diperbolehkan main ke rumahnya. Kata dia nanti ini, nanti itu lah. Namun, aku belajar menghargai keputusannya meskipun pilu aku rasa. Namun, aku belum mengerti itu semua. Padahal dia tahu, aku mengunci hatiku untuk orang lain demi NU. 

Entah dia sadar atau tidak, termasuk coretanku ini. Karena berawal dari tulisan, aku menjadi lebih dekat dengannya. Iya tempo dulu. Dan aku mensyukurinya. Meskipun semua cerita telah hilang, namun aku masih bisa memulainya dari nol. Kata dia juga, aku suruh semangat, jangan menyerah. Aku selalu berdoa supaya coretanku ini mampu membuatnya sedikit mengerti bahwa aku ingin mempertahankan ini semua. Namun, nampaknya doaku belum terkabul. Jadi, aku harus terus berdoa. 

“Aku berdoa semoga ini keputusan yang terbaik bagimu.” kata-kata itu mengalun indah dalam lubuk sanubari
Aku tak bisa berceita panjang lebar karena ini begitu memilukan. Aku tak ingin air mataku keluar. Aku harus tetap kuat meskipun pijakanku rapuh. Jika kata mereka aku rapuh, kataku, inilah bentuk sensititasku atas hati yang Tuhan titipkan. Oh iya ada yang terlupakan, sedari tadi aku menyebutnya NU, NU, terus. Kalian pasti bingung kan siapa NU itu sebenarnya. Baiklah nanti akan aku ceritakan di bagian selanjutnya ya. Selanjutnya aku galau tulisanku yang jelek ini ku beri judul apa ya? Nah, ini dia “Apakah cinta serumit ini?”. Bagaimana menurut kalian?

No comments:

Post a Comment