Apakah cinta
serumit ini?
Karya : Beni Purna I, S. Pd.
Lama tak ada
perbincangan di antara aku dan dia. Apa kabarnya dia sekarang? Semoga Allah
Swt. senantiasa memberikan nikmat kesehatan untuk dia beserta keluarganya.
Maafkan aku karena belum sempat mengirimkan cerita-cerita untuknya lagi. Aku
masih ingat sekali pinta dia yang ingin membaca-baca ceritaku. Namun sayang,
semuanya telah memudar bak goresan tinta yang mulai luntur. Meninggalkan bekas
lara. Jadi aku akan tetap berusaha memberikannya ini. Potongan hidupku setelah
kamu meninggalkanku dan memutuskan untuk hilang. Dia tak pernah tahu apa yang
terjadi padaku setelah itu.
“Apakah cinta
hanya persoalan rasa?”
“lantas jika
rasa itu memudar apakah cinta juga ikut sirna?” pertanyaanku waktu itu.
Entah kenapa
pertanyaan itu masih bercokol kuat dalam hatiku sampai saat ini. “Mungkin memang benar
cinta hanya persoalan rasa” gumamku ditengah kesedihan dan keputus asaan. Aku
tak perlu sok kuat. Memang kenyataannya aku seperti ini. Aku sering mendapati
diriku menangis. Bagiku, menagis itu dapat mencairkan suasana hati. Jadi sampai
kapan pun aku akan tetap dapat menangis. Entah kenapa di saat aku benar-benar
ingin melupakannya. Tuhan memberikanku sebuah jawaban? Kalian tahu apa itu?
Perasaanku
mengalir, memaksaku untuk menarikan pena yang telah lama mati. Hari itu Selasa,
28 April 2015 ku dapati diriku menangis bahkan amat sering sampai teman kosku
berkata, “Kasian mas Ben”. Aku tak bisa tidur semalaman, makan pun juga aku
indahkan. Parahnya lagi kejadian itu membuat aku down. Aku fakum kurang lebih
selama dua minggu menanggalkan skripsi. Ujian ini terlalu besar ya Allah. Aku
serasa tulang-tulangku dilolosi semua dari tubuhku. Lemas. Aku sangat
membutuhkannya.
Sosok dia yang selama ini hilang bersama pekatnya malam. Namun,
aku sadar aku bukanlah orang yang baik untuknya. Aku tak mungkin kembali karena
aku menghargai keputusannya. Aku merasa kalau di antara kita berdua bisa saling
melengkapi, mendukung, mensuport, dan merasa lebih hebat dibandingkan dengan
apapun. Memang sih tak dipungkiri, melakukan sendiri pun juga bisa tapi nanti
hasilnya akan berbeda jika dilakukan berdua. Jadi aku memutuskan untuk memohon
kepada Allah Swt. berdoa, solat, yasinan, mengadu keluh kesah, dan memohon
supaya netbook ku dapat dikembalikan. Aku berikhtiar mencoba mencari netbookku
yang hilang. Alhamdulliah banyak sekali teman yang membantuku.
Waktu gegas
berlalu. Memaksaku untuk belajar ikhlas ketika tak bisa menguak pelaku yang
mencuri netbook ku. Dalam sela waktu aku terkadang masih teringat dia. Aku
bersumpah akan menciptakan sejarah besar untuknya meskipun dengan keterbatasan.
Aku akan maju melawan rasa takut dan membuat orang lain tidak kecewa. Ada
banyak orang yang perduli denganku. Dan masih banyak lagi yang memperjuangkanku
sampai saat ini. Jadi aku harus bangkit dan semangat kembali demi orang-orang
yang telah banyak memperjuangkanku. Jika aku menyerah di sini, aku tidak akan
bisa menciptakan sejarah besar dalam hidupku. Dan aku masih berhutang ini untuknya.
“Aku harus bisa melewati masa-masa tersulit ini” ucapku dalam hati.
Di saat aku
terpuruk, dia tidak ada, Tuhan memberikan jawaban lewat seseorang yang begitu
lembut sikapnya ke aku.
“Kenapa kamu
sampai melakukan hal konyol seperti ini untuk aku?” Kenapa kamu sampai begitu
perdulinya ke aku?” Pertanyaanku mengudara untuk wanita itu.
“Karena...aku
suka mas sama kamu”. Aku perduli. Aku sayang mas sama kamu.” penuturan
Setyawati meluruhkan derap hatiku. Kedaan menjadi senyap. Beberapa detik sampai
keheningan merayap masuk ke dalam percakapan kami. Aku sempat berpikir apakah
ini jawaban yang Tuhan berikan untukku. Padahal aku mengenalnya belum lama. Dan
aku belum bisa melupakan orang yang sangat aku cintai.
“Maaf, namun
hatiku sudah terlanjur aku berikan untuk seseorang.” Kata-kata itu tersekat
ditenggorokan dan tak mampu aku ungkapkan.
Beberapa hari
kemudian sebuah pesan singkat berisi, “kamu disuruh buka fb, inbok kamu sudah dibalas
sama NU.” Begitu kata Nur Khamidah. Padahal aku berdoa supaya dia menanyakan
itu langsung ke aku, bukan menitipkan pesan ke temannya. Aku tahu NU itu
sedikit gengsi. Maaf. Aku sedikit tahu banyak tentang orang yang aku cintai.
Soal waktu itu, aku rasa dia sedang dikuasai oleh ego. “Apakah kini kamu
menyesal telah memutuskan untuk pergi dan melupakan semua?” aku ingin bertanya
itu padanya tapi niat itu aku urungkan. Bagi dia masa lalu itu tidak penting.
Namun, bagiku masa lalu itu berharga, jika aku tak punya masa lalu, aku tidak
akan bisa menulis seperti ini. Iya aku tahu tulisanku jelek seperti diriku ini.
Oleh karena itu, aku akan tetap belajar menulis.
Kamu pernah
berkata “hal yang tidak bisa kembali adalah waktu, kesempatan, kata-kata.”
Mudah saja bagi dia untuk mengembalikan itu semua. Lanjut dia, “hal yang bisa
merusak adalah marah, benci, ego.” Aku rasa dia pun bisa memperbaiki itu semua.
Mudah saja baginya. Mudah saja untuknya. Insya Allah aku berusaha untuk tidak
menyesal dengan keputusannya waktu itu. Aku menghargainya. Aku ingin
mendengarkannya dari hati bukan dari egonya. Mungkin kita tidak seharusnya
seperti ini. Dan kita masih punya waktu untuk memperbaiki semuanya.
Apa yang aku
ceritakan ini adalah bentuk penghayatanku paling dalam atas hidup dan
kehidupan. Aku tak habis pikir apa yang membuatnya seperti ini.
“Dia sekarang
sudah punya pacar baru loh. Kemarin saja baru diapeli” tutur Nur Khamidah. Aku
tercengang. Sumudah itu ya bagi dia. Andai saja rasa cintanya seperti cintaku.
Andai juga sakitnya seperti sakitku. Mungkin dia akan mengerti sedikit hal. Aku
senang mendengar kabar ini meskipun di sisi lain membuatku makin terluka.
Di antara cinta
yang pernah ku miliki, hanya dia yang membuatku seperti ini. Aku tak bisa
membohongi perasaanku. Perasaanku makin berkecamuk, “Bagaimana caraku supaya
cinta dalam hatinya bersemi, sedangkan orang lain begitu mudah diterima bahkan
pernah main ke rumahnya.” Aku saja selama ini belum pernah diperbolehkan main
ke rumahnya. Kata dia nanti ini, nanti itu lah. Namun, aku belajar menghargai
keputusannya meskipun pilu aku rasa. Namun, aku belum mengerti itu semua. Padahal
dia tahu, aku mengunci hatiku untuk orang lain demi NU.
Entah dia sadar
atau tidak, termasuk coretanku ini. Karena berawal dari tulisan, aku menjadi
lebih dekat dengannya. Iya tempo dulu. Dan aku mensyukurinya. Meskipun semua
cerita telah hilang, namun aku masih bisa memulainya dari nol. Kata dia juga,
aku suruh semangat, jangan menyerah. Aku selalu berdoa supaya coretanku ini
mampu membuatnya sedikit mengerti bahwa aku ingin mempertahankan ini semua. Namun,
nampaknya doaku belum terkabul. Jadi, aku harus terus berdoa.
“Aku berdoa
semoga ini keputusan yang terbaik bagimu.” kata-kata itu mengalun indah dalam
lubuk sanubari
Aku tak bisa
berceita panjang lebar karena ini begitu memilukan. Aku tak ingin air mataku
keluar. Aku harus tetap kuat meskipun pijakanku rapuh. Jika kata mereka aku
rapuh, kataku, inilah bentuk sensititasku atas hati yang Tuhan titipkan. Oh iya
ada yang terlupakan, sedari tadi aku menyebutnya NU, NU, terus. Kalian pasti
bingung kan siapa NU itu sebenarnya. Baiklah nanti akan aku ceritakan di bagian
selanjutnya ya. Selanjutnya aku galau tulisanku yang jelek ini ku beri judul
apa ya? Nah, ini dia “Apakah cinta serumit ini?”. Bagaimana menurut kalian?
No comments:
Post a Comment