Friday, June 15, 2018

Unsur Karya Sastra

Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik

Karya sastra disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua unsur yang dimaksud ialah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti : tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latae dan pelataran, dan pusat pengisahan. Sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain.

Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam.


1. Tema dan Amanat
Tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan. Tema minor ialah tema yang tidak menonjol. Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi makna niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya sastra yang ditulisnya. Makna muatan ialah makana yang termuat dalam karya sastra tersebut.

2. Tokoh dan Penokohan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat (round character). Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalny6a baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovert. Tokoh introvert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh ketidaksadarannya. Tokoh ekstrovert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya. Dalam karya sastra dikenal pula tokoh protagonis dan antagonis. Protagonis ialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena
sifat-sifatnya. Antagonis ialah tokoh yang tidak disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh.
Ada beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara penampilan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita. Dialog ialah cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh. Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja. Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang terjadi. Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi.

3. Alur dan Pengaluran
Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh.
Alur terdiri atas beberapa bagian :
Awal, yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.
Tikaian, yaitu terjadi konflik di antara tokoh-tokoh pelaku.
Gawatan atau rumitan, yaitu konflik tokoh-tokoh semakin seru.
Puncak, yaitu saat puncak konflik di antara tokoh-tokohnya.
Leraian, yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan alur mulai terungkap.
Akhir, yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan.

Pengaluran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur erat dan alur longggar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar adalah alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi urutan waktu, pengaluran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal
sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campauran keduanya.

4. Latar/Setting dan Pelataran
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi latar material dan sosial. Latar material ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh tersebut berada. Latar sosial, ialah lukisan tatakrama tingkah laku, adat dan pandangan hidup. Sedangkan Pelataran ialah teknik atau cara-cara menampilkan latar. Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh pencerita. Pencerita di sini adalah pribadi yang diciptakan pengarang untuk menyampaikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu pencerita sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita. Sebagai orang ketiga, pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang yang serba tahu.

5. Sudut Pandang
Sudut Pandang adalah posisi/kedudukan pengarang dalam membawakan cerita. Sudut pandang dibedakan atas : Sudut pandang orang kesatu adalah pengarang berfungsi sebagai pelaku yang terlibat langsung dalam cerita, terutama sebagai pelaku utama. Pelaku utamanya (aku, saya, kata ganti orang pertama jamak : kami, kita). Sudut pandang orang ketiga adalah pengarang berada di luar cerita, ia menuturkan tokoh-tokoh di luar, tidak terlibat dalam cerita. Pelaku utamanya (ia, dia, mereka,kata ganti orang ketiga jamak, nama-nama lain)

Unsur Ekstrinsik
Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembacan sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang
membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain.

UNSUR EKSTRINSIK
Unsur Ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar
Latar Belakang Penciptaan adalah kapan karya sastra tersebut diciptakan
Kondisi masyarakat pada saat karya sastra diciptakan adalah keadaan masyarakat baik itu ekonomi, sosial, budaya,politik pada saat karya sastra diciptakan


Cerita Pendek Beras Aking

Ini pilihanku ! Aku harus menjalankan usaha beras aking ini!” tekadku tegas dalam hati
Ya , aku tak mungkin menutup usahaku ini , yang sudah berjalan hampir satu tahun. Usaha yang tidak membawa keuntungan banyak , tapi ada kebanggaan di hati. Itu karena pengkonsumsi beras akingku adalah masyarakat miskin yang tidak mampu lagi membeli beras yang harganya sudah menggila , sementara cacing di perut terus menuntut atas kelaparannya. Dan usahaku ini adalah solusi untuk mereka dan cacing itu.Ya, makan nasi aking adalah sebuah pilihan rakyat miskin untuk tetap hidup.
Aku tahu abah tidak suka dengan usahaku ini. Permasalahannya karena keuntungan yang aku peroleh kurang dari cukup. Untuk bisa membahagiakan bapak dan ibu saja tidak bisa. Padahal mereka ingin kalau aku, kelak nanti bisa membiayai mereka pergi haji.
Bapak menyekolahkan kamu jauh-jauh, mahal, dengan usaha mati-matian, sampai ngutang, supaya kamu bisa dapat kerja yang mapan,” ujar bapak saat aku baru saja lulus dan baru satu bulan menjalankan usahaku.
Aku diam saat itu. Jujur, aku bingung bagaimana menjawabnya. Bapak yang hanya seorang petani garapan dan peternak, selama ini membiayaiku dengan upah hasil menggarap sawah orang dan menjual hasil ternak kambingnya yang jumlahnya mencapai tiga belasan. Kini di kandang tinggal seekor sapi dan tiga kambing yang masih tersisa. Biayaku kuliah di Jakarta memang berat, walaupun aku kuliah dikampus negeri, tetap saja berat. Titelku yang sebagai sarjana komonikasi pun tidak ada gunanya saat ini.
Demi mengisi hari-hariku di kampung, aku beranikan diri untuk membuka usaha beras aking, dari odal tabunganku semasa kuliah, hasil membantu Jhon teman kuliahku yang membuka usaha warung “Pecel Lele.” Jhon adalah satu dari beberapa mahasiswa yang kuliah sambil berwiraswasta. aku kagum dengan dirinya. Dan sebetulnya niatku membuka usaha beras akingku ini selain melihat kondisi rakyat miskin yang kelaparan, juga karena Jhon yang memotivasiku dalam berwiraswasta.
Aku mulai memburu nasi aking mulai pukul tujuh pagi selepas Dhuha. Mobil pick-up milik abah peninggalan dari kakek, aku gunakan untuk melancarkan usahaku. Targetku adalah pedagang makanan yang biasa mangkal di Pasar Rawu, Pasar Lama, Pasar Ciruas, beberapa kantin di kampus –kampus Serang, warung makan, dan ruma makan Padang. Aku bayar meraka tiga ratus rupiah untuk satu ember nasi aking yang aku dapatkan.
Senja aku pulang, dan segera merendam nasi aking itu dalam baskom besar, emak sudah menyiapkan sebelum aku datang. Esok paginya, barunasi aking di pisahkan dari lauk-pauknya saperti sambal, sayuran, tempe-tahu, dan tulang-tulang. Setelah bersih, baru ditiriskan dan dijemur, digelar tipis-tipis dinyiru yang diletakkan di para-para bambu rendah.
Aroma busuk masi bau. Setelah nasi aking kering kerontang, dan berwarna kecoklatan, lalat baru beterbangan.
Usahaku berjalan cukup lancar, nasi aking didistribusikan ke kampung-kampung, atau beberapa pasar tradisiponal di Karawang, Banten, Solo, dan Jakarta. Kini, sejak Jakarta dilanda banjir, orang Jakarta mulai memakan beras aking, hidup mereka berbenturan dengan harga senbako yang makin menggila. Untuk pendistribusian, aku ajak dua pemuda masjid di kampung (Girun dan Sholeh) yang selama ini bekerja serabutan dan banyak menganggur. Ibu dan dua adik kembarku Asih dan Esih yang masih duduk dibangku kelas 2 SMU, ikut serta membantu usahaku.
Aku menjual harga beras akingku berbeda-beda. Untuk beras yang butirannya masih utuh aku jual Rp.1.500 per liter. Butiran yang masih terbelah lima puluh persen aku hargai Rp.1.100 perliter, dan untuk yang banyak belahannya aku hargai Rp. 800 perliter.
Yu, bapak kasihan sama kamu. Hasil usaha kamu nggak banyakkan?”
Memang, Pak. Saya naroh di agen Rp.1.200, dijual Rp.1.500. Bayar nasi aking dua ratus lima puluh rupiah. Ongkos transport, tiga ratus lima puluh rupiah. Bayar asisten, tiga ratus rupiah, belum ongkos cuci, dan lain-lain dua ratus lima puluh rupiah. Ya.. untungnya dua ratus lah, itu dari perliternya. Tapi niat saya nolong, Pak.”
Baik sih niat kamu, tapi ya mau sampai kapan terus-terusan usaha beras aking. Itu tidak mencukupi apa-apa. Kelak kamu kan juga harus menabung untuk masa depanmuu.”
Ya bersabarlah pak, mudah-mudahan ada jalan terangnya. Masalah rezeki, Wahyu tidak pernah takut, yang penting ikhtiar dan do’a sudah maksimal.”
Bapak lebih memilih diam untuk menanggapi ucapanku.
Ya, nanti kalau usahanya mentok, Wahyu coba ngelamar kerjalah, Pak.” Ucapku untuk menenangkan hati bapak sementara.
Pagi ini, untuk pertama kalinya kau merasakan beras aking. Ibu yang memasaknya.
Mudah kok Yu masaknya. Nasi cukup direndam hingga mekar. Ditiriskan, terus dikukus.”
Ya memang mudah, nasi itu enak dimakan saat masih hangat di tambah lagi dengan sambal dan ikan sain layur.
Setelah makan, aku pamit kepada ayah dan emak untuk ke Jakarta. Hari ini aku mau melakukan penagihan utangku kepada, Engko Chan yang selama ini menjual beras aking ku di toko sembakonya. Engko Chan adalah satu-satunya agen yang paling sering berhutang, sementara kalau yang lain, biasanya pembayaran langsung dilakukan di muka ketika beras-beras aking ku diantar. Hari ini aku perintahkan Girun untuk memburu nasi aking.
Tapi, sesuatu terjadi diluar dugaanku. Belum sempat aku sampai ke toko Engko Chan, musibah menimpa ku. Mobil butut tua milik abahku raib ketika hampir sebentar aku ke toilet umum di sebuah pasar. Saat itu mobilku parkir. Mungkin karena ramainya pasar, dan orang tidak ada yang ngeh, jadi mobil itu hilang dengan mudahnya.
Bingung menyergap. Entahlah abah akan senang karena mobil bututnya hilang dan aku mencari tempat kerja ditempat lain, atau abah marah karena mobilnya hilang? “Tapi kalau bukan aku, bagaimana nasib orang miskin disana, siapa yang menjamin mereka besok bisa makan? Girun dan Soleh.” Gumam batinku gundah.

Cerita Fabel

Serigala dan Kelinci Keras Kepala

Pada zaman dahulu, hiduplah seekor Serigala. Ia mempunyai kebun mentimun yang sekelilingnya dipagari duri. Hal itu dimaksudkan agar manusia dan hewan-hewan lain tidak bisa memasuki kebunnya.
Tidak jauh dari kebun itu, terdapat seekor Kelinci Kecil bersama ibunya yang tinggal di sebuah lubang. Kelinci ini selalu keluar dari lubangnya dan menunggu sampai Serigala pergi meninggalkan ladang untuk mencari ayam atau yang lainnya untuk dimakan. Setelah merasa yakin Serigala telah pergi, Kelinci keluar dari lubang, lalu melompat dan masuk ke kebun dengan melewati bawah pagar duri. Ia memakan mentimun dan memotongnya. Setelah itu, ia kembali ke lubang. Ibunya yang selalu mengingatkannya agar waspada dari ancaman Serigala.
"Janganlah engkau pergi ke kebun mentimun, Anakku. Dengarkan nasihat ibu. Jangan kau pergi ke kebun itu. Jika Serigala menangkapmu, ia akan memakanmu," kata ibunya.
Sementara itu, setiap kali Serigala pulang, ia menemukan buah mentimunnya telah dimakan dan terpotong. Ia heran dan berpikir, siapa gerangan yang masuk dari pagar dan memakan mentimunnya.
Suatu hari Serigala bermaksud melakukan pengintaian untuk mengetahui siapa yang selalu memasuki kebunnya. Ia bersembunyi di balik pohon dan menunggu siapa gerangan yang datang. Tiba-tiba, seperti biasa, Kelinci Kecil keluar dari lubangnya dan melompat-lompat, masuk dari bawah kawat berduri. Setelah sampai di kebun, ia mulai memakan mentimun.
Mengetahui hal itu, Serigala segera menyerangnya. Ia berlari dengan cepat dan memasuki kebunnya. Namun demikian, Serigala tidak berhasil menangkap Kelnci Kecil itu. Kemudian Kelinci Kecil masuk ke lubangnya dan mendatangi ibunya dengan terengah-engah.
"Apa yang terjadi?" tanya ibunya. Lalu kelinci menceritakan apa yang terjadi dengan Serigala. "Bukankah telah aku peringatkan jangan kau pergi ke kebun itu?" kata ibunya lagi.
Tetapi, Kelinci itu keras kepala dan tidak pernah mendengar ucapan ibunya. Setiap hari ia masih selalu datang ke kebun itu di saat Serigala pergi. Akhirnya, Serigala mencari siasat untuk menjebak dan menangkap Kelinci yang keras kepala itu. Ia pergi dan mengumpulkan getah dari pohon karet yang ada di sekelilingnya. Getah ini dijadikan sebuah patung kelinci buatan yang mirip dengan Kelinci keras kepala itu dan meletakkannya di tengah ladang. Ketika Kelinci keluar dari lubang dan masuk dari pagar berduri seperti biasanya, ia melihat ada yang menyerupainya di tengah kebun. Ia mengira itu kelinci lain. Kemudian Kelinci Kecil menghampiri kelinci buatan yang berdiri di hadapannya.
"Apa yang kau lakukan di kebun ini? Apa yang kau inginkan? Kau kira kau lebih kuat dariku?" tanya Kelinci Kecil kesal. Ia memukulnya dengan tangan kanannya. Tangannya menyentuh kelinci getah itu, dan tentu saja ia tidak dapat melepaskannya.
Kelinci buatan itu seolah menggerakkan tangannya dan menangkap tangan kanan Kelinci Kecil sehingga ia tidak dapat melepaskan tangannya.
"Ugh! Kau memegang tanganku?" hardik Kelinci Kecil sambil memukul dengan tangan kirinya. Kelinci nakal itu berusaha melepaskan tangannya. Ia bergerak ke kirl dan ke kanan, tetapi tetap tidak berhasil. Karena gerakannya itu, kelinci getah menyentuh bulu dan ekornya. Pada saat itu, keluarlah Serigala dari balik pohon.
"Sekarang kau terkena tipuanku, aku akan meninggalkanmu agar kau tersiksa oleh getah ini," kata Serigala sambil menyeringai puas.
"Aku senang seperti ini. Getah ini tidak menyakitiku. Aku akan merasa sakit jika kau lemparkan aku ke atas duri itu," kata Kelinci Kecil sambil matanya mengerling ke arah duri pagar.
"Baik, jika duri membuatmu sakit, aku akan melemparkanmu ke sana," ujar Serigala kesal. Kemudian ia menangkap Kelinci dan melemparkannya ke arah duri.
Sebenarnya ucapan Kelinci tadi hanya siasat saja, agar ia dapat melepaskan diri dari getah itu. Ketika Serigala melemparkannya ke duri, ia segera melompat dan melompat, lalu berlari jauh, masuk lubang untuk menemui ibunya kembali.
Ketika Sang Ibu melihatnya, ia kaget melihat bulu-bulu anaknya rontok, kulitnya terkena getah, dan ekornya terkelupas.
"Apa yang terjadi padamu?" tanya ibunya.
Kelinci menceritakan apa yang telah dialaminya.
"Engkau pantas mendapatkan ini. Ini adalah balasan bagi anak kelinci yang keras kepala dan tidak mau mematuhi nasihat ibunya."
Sejak saat itu Kelinci tidak pernah lagi ke kebun Serigala. (Abdul Aziz Abdul Majid)*


Sunday, June 10, 2018

Abstrak Skripsi dalam Novel De Winst


ABSTRAK
Saputra, Canadian Aditya. 2013. “Bias gender dan Perjuangan Tokoh Utama Perempuan dalam Novel De Winst karya Afifah Afra Sebuah Kajian Feminisme dan Skenario Dan Pembelajarannya Di SMA”.
Permasalahan pokok yang penulis tulis dalam skripsi ini adalah (1) bagaimanakah wujud ketidakadilan gender perempuan dalam novel De Winst (2) bagaimanakah perjuangan tokoh utama perempuan dalam novel De Winst karya Afifa hAfra (3) bagaimana pembelajaran novel De Winst karya Afifah Afra di SMA. Tujuan penelitian ini adalah  (1) mendeskripsikan ketidakadilan gender (2) mendeskripsikan perjuangan tokoh utama perempuan (3) mendeskripsikan pembelajaran aspek feminis yang terkandung dalam novel De Winst karya Afifah Afra.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan dan observasi. Sumber data adalah novel De Winst karya Afifah Afra, fokus penelitian menitik beratkan pada aspek gender dan perjuangan tokoh utama perempuan. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis dan kartu data.Dalam teknik analisis data menggunakan teknik analisisisi. Teknik penyajian hasil analisis adalah teknik informal, jadi data-data dipaparkan menggunakan kata-kata tanpa tanda atau lambang.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa : (1) ketidakadilan gender pada tokoh perempuan novel De Winst karya Afifah Afra dibagi menjadi dua bagian yaitu kekerasan fisik dan kekerasan psikis (2) perjuangan tokoh perempuan antara lain memperjuangkan haknya atas penolakan perjodohan yang dilakukan oleh orang tuanya, mengorbankan diri demi orang lain yang terbagi menjadi beberapa bagian antara lain bergabung dengan partai rakyat, mendirikan sekolah dilingkungan kraton, mendirikan sekolah untuk rakyat, dan mendidik Pratiwi untuk sukses (3) pembelajaran novel De Winst karya Afifah Afra di SMA diutamakan kemampuan dasar siswa mencakup aspek kognitif, sikap dan ketrampilan yang haurs dikuasai oleh siswa. Pembelajaran novel De Winst karya Afifah Afra menggunakan pendekatan pakem dengan langkah-langkah (a) pendahuluan (b) pendekatan inti (c) kegiatan penutup.
Kata kunci: bias gender, perjuangan fenisme, skenario pembelajaran.

Sejarah Kritik Sastra

 
A.    KEGIATAN KRITIK SASTRA YANG PERTAMA DI DUNIA
Kegiatan kritik sastra yang pertama dilakukan oleh bangsa Yunani (kurang lebih 500 SM) yang bernama Xenophanes dan Heraclitus, yakni ketika keduanya mengecam pujangga Homerus yang gemar mengisahkan cerita tentang Dewa-Dewi yang mereka anggap tidak senonoh dan bohong. Kata mereka berdua : “Homerus dan Hesiodes menyebutkan sifat-sifat dewa-dewi yang dianggap oleh masyarakat dianggap tidak senonoh lagi memalukan, yaitu pencurian, perzinaan dan penipuan.” Mereka berdua, yang diwakili oleh Heraclitus, selanjutnya secara lantang mengatakan karena hal-hal tersebutlah Homerus selayaknya tidak diberi hak  untuk mengikuti perlombaan-perlombaan atau pesta terbuka di Athena atau diseluruh wilayah Yunani. Dengan demikian, kedua pujangga Yunani masa lalu, Homerus dan Hesiodes, dicekal untuk tidak melakukan kegiatan olimpiade di Athena. Peristiwa kritik sastra yang pertama itu oleh Plato disebut sebagai “pertentangan purba antara puisi dan filsafat” (Hardjana, 1981:1). Di sini Homerus dan Hesiodes menulis puisi, menciptakan karya sastra yang penuh dengan nilai-nilai estetika, serta penuh kreativitas dan inovatif. Sementara itu Xenophanes dan Heraclitus berpijak pada filsafat tentang dewa-dewi yang selalu mereka puja. Oleh karena itu, kritik sastra yang pertama kali inilah yang bisa disebut dengan kritik sastra tradisional.
Kritik sastra tradisional tersebut kemudian diikuti oleh tokoh-tokoh lain dari bangsa Yunani, seperti tokoh penyair komedian Aristophanes (450-385 SM) lewat karyanya katak-katak yang mencoba mengkritik penyair tragedi Euripides dengan mempertentangkn penyair tragedi pendahulunya Aeschylus, yakni karya-karya yang bernilai sosial (moral) dengan karya-karya yang bernilai seni. Kritik sastra yang dilakukan Aristhophane ini sudah mulai bergeser ke karya sastranya, dalam arti tidak semata-mata mengarah pada sastrawannya. Pada kritik Aristhophanes in i sudah mulai timbul pertentangan antara seni untuk masyarakat yang berguna bagi pembacanya, dan seni sastra yang hanya semata-mata demi sastra itu sendiri atau hanya untuk kepentingan estetika.

B.     KEGIATAN KRITIK SASTRA BERDASAR SEJARAH DUNIA

              I.     KRITIK SASTRA DI YUNANI
Sejarah munculnya istilah ‘kritik sastra’ (dunia/Barat)) awal pertama kalinya dipelopori oleh tiga orang tokoh besar asal negeri Yunani. Ketiga tokoh besar tersebut antara lain adalah Plato, Aristoteles, dan Longinus.
a.      Kritik Sastra Plato (427—347 SM)
Plato adalah salah satu tokoh atau orang pertama yang memperkenalkan istilah kritik sastra di dalam kaitannya dengan ilmu sastra. Berbekal dari ilmu filsafat yang banyak ia pelajari dari gurunya Sokrates (465—399 SM), sekitar tahun 387 ia mendirikan sekolah tinggi yang terkenal di Atena. Sekolah tinggi itu diberi nama Akademi. Di sekolah tinggi itulah Plato mulai mengajar dan mengembangkan kritik sastra. Salah satu karya bukunya yang terkenal adalah buku yang berjudul “Republik”, buku yang membahas tentang pandangan pembaca (kritik) tentang karya sastra puisi. Di dalam kaitannya dengan istilah kritik sastra, pandangan atau konsep yang disuguhkan Plato adalah pandangan atau konsep tentang ilmu mimetik (tiruan) yang menghendaki agar karya sastra (puisi) dapat berisikan ajaran-ajaran moral (bermanfaat; dulce).
Konsep Mimetik (tiruan) Plato:
Seniman (sastrawan) tidak akan mampu meniru realita, karena realita yang ditiru oleh seniman (sastrawan) hanyalah realita berdasarkan persepsi seniman (kepentingan tentang kepercayaan, ideology, dan lain-lain). Akan tetapi, bukanlah realita dalam arti yang sebenarnya oleh karena itu karya seni adalah palsu, tidak bermanfaat, dan dapat menjerumuskan pembaca/penikmat seni.


b.      Kritik Sastra Aristoteles (384—322 SM)
Tokoh pengembangan kritik sastra adalah Aristoteles yang juga berasal dari Yunani. Aristoteles adalah salah seorang murid yang membantah sekaligus mengembangkan konsep/pandangan gurunya sendiri, Plato.
Konsep Mimetik (tiruan) Aristoteles:
Seniman (sastrawan) memang tidak perlu meniru realita sebagaimana adanya—seniman (satrawan) meniru realita berdasarkan persepsi seniman sendiri, dan hebatnya karya seni (KS) yang diciptakan oleh seniman (satrawan) ditentukan oleh unsur (1) creatio (kreativitas dalam menciptakan fiksionalitas), dan (2) universalia (hal-hal yang universal/umum) yang memberI harapan baru memunyai efek bagi pembaca/penikmat seni. Pandangan atau konsep tentang kritik sastra Aristoteles terangkum dalam buku karangannya yang berjudul “Ilmu Poetika”. Di dalam buku “Ilmu Poetika” itulah Aristoteles mengembangkan kajian teori mimetiknya menjadi beberapa pokok pembahasan, antara lain sebagai berikut.
1.      Teori Puisi
a.       Dalam kaitannya dengan kritik, Aristoteles meninjau sebuah karya sastra (puisi) dari sudut hubungan puisi dengan manusia, misalnya tentang asal usul puisi. Pandangan konsep Aristoteles menyatakan bahwa sebuah karya sastra (puisi) terbentuk atau tercipta dari pembawaan lahir manusia (penulisnya sendiri). Dalam hal ini Aristoteles memunyai pemaknaan bahwa manusia senang meniru dan senang akan tiruan yang dilakukan oleh orang lain pula (pembawaan dari batin).
b.      Aristoteles menyetujui pendapat Plato bahwa puisi tercipta berdasarkan tiruan (imitation). Akan tetapi, ia member arti yang baru terhadap istilah tiruan tersebut. Baginya, tiruan sudah bukan menjadi sebuah jiplakan lagi, melainkan tiruan adalah suatu penciptaan kreatif. Artinya, pengarang (sastrawan) meniru dengan mengambil ide dari fenomena kehidupan manusia dan menciptakannya menjadi sebuah sesuatu yang baru (karya).
c.       Di dalam kaitannya dengan istilah kritik sastra, pandangan atau konsep yang disuguhkan Aristoteles adalah pandangan atau konsep tentang ilmu mimetik (tiruan) yang menghendaki agar karya sastra (puisi) yang tercipta (melalui penciptaan kreatif) memunyai fungsi utama, yakni member kesenangan untuk pembacanya (sesudah membaca kita menjadi merasa senang; utile).
2.      Teori Tragedi (drama) meniru dengan perbuatan (dipentaskan;  mimetik)
3.      Teori Epos, meniru dengan penceritaan (narasi; mimetik)
4.      Teori Komedi, meniru dengan lelucon, menjadi gila.

c.       Kritik Sastra Dionysius Cassius Longinus (210—273 M)
a.       Kritik sastra terangkum dalam sebuah karya tulisnya (tesis) yang berjudul “Tentang Keagungan”. “Tentang Keagungan” memunyai pemaknaan bahwa karya sastra yang agung adalah karya sastra yang bisa memberikan perenungan, yang bisa menarik perhatian kita tanpa kemauan kita, yang meninggalkan suatu kesan yang tak terhapus dari sanubari kita sendiri. Artinya, sebuah karya sastra yang agung (bagus) adalah karya sastra yang bisa menyenangkan manusia sepanjang abad (abadi; kanon).
b.      Dari konsep atau pandangan kecil itulah Longinus memaknai (menilai) sebuah karya sastra dari sudut pandang estetika (keindahan). Baginya, disamping karya sastra harus bermanfaat (dulce) dan memberi kesenangan (utile), penciptaan karya sastra harus bisa menimbulkan katarsis (perenungan, pembersihan, suci, dan bermanfaat).
c.       Catatan: Longinus adalah kritikus yang mempelopori kritik STILISTIKA dan memperkenalkan ILMU ESTETIKA.

Sastra Lokal, Sastra Nasional, dan Sastra Dunia



Menurut Bassnett (1993:12), nama sastra bandingan berasal dari suatu seri antologi Perancis yang terbit pada tahun 1816 dengan judul Cours de Litterature Comparee. Istilah dalam versi Jermannya Vergleichende Literaturgeschichte yang muncul pertama kali dalam buku karangan Moriz Carriere pada tahun 1854, sedangkan dalam bahasa Inggris diperkenalkan oleh Matthew Arnold pada tahun 1848. Jadi, sastra bandingan dapat dikatakan masih muda. Pada awalnya studi sastra bandingan berasal dari studi bandingan ilmu pengetahuan, kemudian lahir studi bandingan agama, baru kemudian lahir sastra bandingan (Darma, 2003:8). Munculnya sastra bandingan bersamaan dengan munculnya jiwa nasionalisme pada zaman peralihan, yang pada saat itu negara-negara terjajah sedang mencari identitas mereka. Lahirnya sastra bandingan ini disebabkan oleh timbulnya kesadaran bahwa sastra itu plural, tidak tunggal (Darma, 2007:53).
Sastra bandingan memiliki sub sastra yang nantinya dibandingkan yaitu sastra lokal atau daerah, sastra nasional, dan sastra dunia. Masing-masing sub sastra ini memiliki pengertian dan konsep tersendiri namun semua jenis sastra ini bisa saling berkaitan satu sama lain dan saling mempengaruhi.  Berikut ini pengertian dan konsep dari masing-masing sub sastra tersebut :

Tuesday, June 5, 2018

Laut Menangis








Laut menangis
Karya : Beni Purna I.

Aku selalu mengunjungimu
Meskipun itu hanya setahun sekali
Bersama riuh gemuruh orang yang ingin menikmatimu
Tuk melepas penat yang menggelayut manja di hati

Kau dulu sangatlah indah
Namun sayang beribu sayang
Mereka menodaimu dengan sampah
Mereka mengambil pasirmu yang indah
Meninggalkan luka yang membekas dalam dirimu

Memang ironis
Kau menangis dalam rintihan rinai hujan
Kau gelisah
Namun kau hanya bisa pasrah

Aku ingin menyelamatkanmu
Dengan cara sederhana yang mampu membuatmu bahagia
Menggetarkan hati mereka untuk ikut menjagamu
Menjaga dan melestarikan ekosistem laut

Semoga mereka tak lagi membuang sampah sembarangan
Tak lagi mengambil pasirmu secara ilegal
Tak lagi menangkap ikan dengan protas
Tak lagi mengahancurkan karang dengan pukat
Kau akan selalu dikunjungi banyak orang