Sunday, June 10, 2018

Sastra Lokal, Sastra Nasional, dan Sastra Dunia



Menurut Bassnett (1993:12), nama sastra bandingan berasal dari suatu seri antologi Perancis yang terbit pada tahun 1816 dengan judul Cours de Litterature Comparee. Istilah dalam versi Jermannya Vergleichende Literaturgeschichte yang muncul pertama kali dalam buku karangan Moriz Carriere pada tahun 1854, sedangkan dalam bahasa Inggris diperkenalkan oleh Matthew Arnold pada tahun 1848. Jadi, sastra bandingan dapat dikatakan masih muda. Pada awalnya studi sastra bandingan berasal dari studi bandingan ilmu pengetahuan, kemudian lahir studi bandingan agama, baru kemudian lahir sastra bandingan (Darma, 2003:8). Munculnya sastra bandingan bersamaan dengan munculnya jiwa nasionalisme pada zaman peralihan, yang pada saat itu negara-negara terjajah sedang mencari identitas mereka. Lahirnya sastra bandingan ini disebabkan oleh timbulnya kesadaran bahwa sastra itu plural, tidak tunggal (Darma, 2007:53).
Sastra bandingan memiliki sub sastra yang nantinya dibandingkan yaitu sastra lokal atau daerah, sastra nasional, dan sastra dunia. Masing-masing sub sastra ini memiliki pengertian dan konsep tersendiri namun semua jenis sastra ini bisa saling berkaitan satu sama lain dan saling mempengaruhi.  Berikut ini pengertian dan konsep dari masing-masing sub sastra tersebut :


A.      Sastra Lokal atau Daerah
  1. Hakekat Sastra lokal
Sastra daerah adalah genre sastra yang ditulis dalam bahasa daerah bertema universal (zaidan,dkk, 2000 : 181). Salah satu ragam bahasa yang dimiliki oleh hampir setiap daerah di dunia, khususnya di Indonesia, adalah adalah ragam sastra daerah. Setiap daerah di Indonesia yang mempunyai khasanah kebudayaan daerah sendiri dengan ciri keragaman bahasanya, mempunyai ragam sastra daerah sendiri. Sebagaimana contoh, daerah Gorontalo yang memiliki khasanah budaya daerah sendiri dengan bahasa daerah Gorontalonya, memiliki sedikitnya 15 jenis sastra daerah( Tuloli, 1979).
  1. Tujuan Mempelajari Sastra Lokal atau Daerah
Tujuan mempelajari sastra daerah yaitu:
  • Mempelajari nilai – nilai kedaerahan sebagai wujud kebinekaan Indonesia.
  • Untuk menggali ajaran dan petuah peradatan dan etika.
  • Untuk mendekati dan menghayati pikiran dan cita – cita nenek moyang yang telah mewariskan budaya.
  • Untuk melestarikan dan mempertahankan budaya daerah sebagai wujud kecintaan terhadap budaya daerah dan budaya nasional.
  • Untuk memacu konstribusi sastra daerah dalam upaya dinamika sastra Indonesia.
  1. Kedudukan Sastra Lokal atau Daerah
Tuloli (2001 : 209) Kedudukan sastra daerah mempunyai kedudukan sebagai berikut :
  • Sastra daerah adalah ciptaan masyarakat pada masa lampau atau mendahului penciptaan sastra Indonesia modern.
  • Sastra daerah dapat dimasukkan sebagai satu aspek budaya Indonesia yang perlu digali untuk memperkaya budaya nasional dan menjadi alternatif kedua yang perlu di pertimbangkan dan dikembangkan selain sastra Indonesia.
  • Sastra daerah melekat pada jiwa, rohani, kepercayaan, dan adat istiadat masyarakat suatu suku bangsa dan yang mereka pakai untuk menyampaikan nilai – nilai luhur bagi generasi muda.
  • Sastra daerah mempunyai kedudukan yang strategis dalam kerangka pembangunan sumber daya manusia,yaitu memperkuat kepribadian keindonesiaan yang bhineka tunggal ika.
  1. Sastra lokal atau Daerah dalam Kontek Kebudayaan Daerah dan Nasional
Sastra daerah perlu dilestarikan dan dipertahankan agar tidak punah. Hal ini penting karena jika produk sastra di suatu daerah tempat dia dilahirkan punah, maka hakikatnya kebudayaan daerah itu sendiri telah ikut punah. Jika produk sastra di suatu daerah punah, maka daerah tersebut telah kehilangan rekaman penggunaan bahasa daerah yang telah diwariskan oleh para pendahulunya. Jika sastra daerah punah, maka kebudayaan suatu daerah pun punah, dan akan berimplikasi terhadap eksistensi kebudayaan nasional.
  1. Fungsi sastra Lokal atau daerah
Menurut Bascom ( dalam sudikan, 2007 : 50), sastra lisan mempunyai empat fungsi sebagai berikut :
  • Sebagai sebuah bentuk hiburan.
  • Sebagai pengesahan pranata – pranata dan lembaga – lembaga kebudayaan.
  • Sebagai alat pendidikan anak – anak.
  • Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma – norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Selain itu sastra daerah mempunyai fungsi sebagai berikut :
  • Sastra daerah sebagai wahana ekspresi budaya daerah mempunyai fungsi merekam pengalaman budaya, estetik, religious, dan sosial politik masyarakat serta menumbuhkan solidaritas kemanusiaan ( Anom, 2000 : 19).
  • sastra daerah sebagai cermin/refleksi kehidupan masyarakat pemilik sastra daerah tersebut.
  • Sastra daerah dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan budi pekerti untuk membentuk karakter anak bangsa.
  • Sastra daerah dapat dijadikan sebagai pedoman kehidupan berumah tangga dan berinteraksi sosial.
  • Sastra daerah pun dapat dijadikan sebagai wahana peningkatan keteguhan iman dalam kehidupan beragama.
  1. Ciri-ciri Sastra Daerah
Ciri – ciri sastra daerah yaitu sebagai berikut :
  • penyebaran dari mulut ke mulut.
  • Lahir di dalam masyarakat yang masih bercorak desa atau belum mengenal huruf.
  • Menggambarkan ciri budaya suatau masyarakat.
  • Tidak deketahui siapa pengarangnya.
  • Bercorak puitis,teratur dan berulang-ulang.
  • Tidak mementingkan fakta dan kebenaran.
  • Terdiri dari beberapa versi.
  • Bahasa umumnya menggunakan bahasa lisan ( sehari – hari),mengandung dialek, bahkan kadang – kadang diucapkan tidak lengkap (Hutomo, 1991 : 3-4).
  1. Upaya Pelestarian sastra Daerah
Didpu (2010 : 9-12) mengatakan dalam membina dan mengembangkan sastra daerah sebagai berikut :
  1. Melakukan inventarisasi dan eksplorasi terhadap ragam sastra daerah (baik lisan atau tulis) yang masih tersebar luas di masyarakat.
  2. Ragam sastra daerah yang terwujud lisan perlu segera ditraskripsi ke dalam bentuk tertulis sehingga tidak punah seiring dengan berkurangnya penutur sastra lisan.
  3. Ragam sastra daerah tertulis yang berwujud naskah – naskah di dokumentasikan.
  4. Dilakukan pengkajian atau penelitian.
  5. Hasil penelitian atau pengkajian di sosialisasikan kepada masyarakat.
  6. Sastra daerah yang menggunakan bahasa daerah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia agar dapat dibaca dan dipahami masyarakat di daerah lain.
  7. Sosialisasi dapat dilakukan melalui publikasi penerbitan sastra daerah,sosialisasi melalui seminar,dan siaran – siaran radio atau televisi lokal sehingga dapat dikonsumsi oleh publik.
  8. Pembelajaran sastra dalam dunia pendidikan.
  9. Menggalakkan kembali kegiatan – kegiatan adat yang di dalamnya terdapat penuturan sastra.
  10. Mengadakan perlombaan atau kompetisi dikalangan masyarakat pemilik sastra itu sendiri.
  11. Pemerintah perlu merumuskan Peraturan Daerah yang berisi mengenai pembinaan dan pengembangan sastra daerah.
Adanya kerja sama antara pemerintah daerah,masyarakat, akademis dan tokoh – tokoh adat sangat perlu guna memunculkan sastra daerah yang kaya akan unsur keaderahan dan ideologi daerah yang khas dan berbeda dengan daerah lain seperti karya-karya berikut ini ditunjukkan oleh Pengakuan Pariyem, serta kemudian juga cerpen dan novel Umar Kayam seperti Sri Sumarah, Bawuk, serta Para Priyayi. kecenderungan untuk memanfaatkan teknik dari khasanah tradisi daerah juga sudah terlihat pada Rendra sebagaimana nampak pada kumpulan sajaknya yang pertama Balada Orang-orang Tercinta, yang sarat dengan aroma sastra rakyat Jawa, khususnya dolanan anak-anak. Hal yang sama terlihat pula pada sajak-sajak Ramadhan KH pada Priangan Si Jelita yang banyak memanfaatkan teknik tembang Sunda. Namun, pada Rendra pemanfaatan teknik ini menjadi sebagian saja dari pilihan teknik yang dia gali bagi sajak-sajaknya. Pada masa kini, pemanfaatan khasanah sastra daerah sebagai teknik ungkapan terlihat pada misalnya sajak-sajak Taufik Ikram Jamil yang menggunakan teknik bersanjak Melayu sebagaimana terlihat pada kumpulan puisinya Tersebab Haku Melayu.

B.       Sastra Nasional
sastra nasional hadir dalam satu lingkungan atau terbatas dalam satu negara, Sastra nasional adalah karya sastra yang dibuat pengarang yang berasal dari Negara tertentu dan menggunakan bahasa nasional serta mengandung tema nasional. Sastra nasional berkemungkinan merupakn puncak- puncak dari sastra daerah.
Sastra nasional yaitu sastra bangsa atau negara tertentu, misalnya sastra Indonesia, sastraArab, sastra Inggris, sastra Cina, sastra Perancis, dan lain-lain. Tempatseorang sastrawan dalam konteks sastra nasional pada umumnya tidakditentukan oleh bahasa karya sastra sang sastrawan, tetapi olehkewarganegaraannya. Sastrawan Singapura yang menulis dalam bahasaInggris adalah sastrawan nasional Singapura, dan sastrawan Indoa yangmenulis dalam bahasa Inggris adalah juga sastrawan sastra India. Sementara itu, sastrawan berkebangsaan Amerika yang menulis dalam bahasa Yiddish, seperti Isaac Bashevis Singer, juga dianggap sastrawansastra Amerika.
Sastra nasional berperan untuk menjaga penyampaian dan kemurnian kebudayaan nusantara sehingga keduanya saling memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kajian sastra bandingan.Sastra bandingan digunakan oleh para ilmuwan sebagai media dalam proses kritik sastra. Pada mulanya, sastra ini dipakai untuk studi sastra lisan. Seperti cerita-cerita rakyat, legenda, dongeng, dan sebagainya. Pada proses ini, sastra lisan dibandingkan dengan sastra tulisan. Ada yang berpendapat bahwa sastra lisan hanya mengandung nilai-nilai budaya, adat istiadat tanpa unsur estetika. Namun, justru pendapat ini keliru. Karena, banyak karya sastra tulisan golongan atas yang mengambil tema dari kesusastraan rakyat sehingga meningkatkan status sosial.
Contoh dari sastra nasional adalah novel-novel modern indonesia saat ini yang terkenal dan menjadi best seller karena isi ceritanya yang menghibur dan ada banyak unsur-unsur nasionalnya seperti novel Tere Liye, Andrea Hirata, Donny dirgantara yaitu novel 5 cm, Ahmad Fuadi dengan novelnya Negeri 5 Menara dan lain sebagainya.  

C.       Sastra Dunia
Sastra dunia aadalah sastra yang mengandung nilai secara universal, menangkat tema yang berlaku secara umum di dunia dan tidak dibatasi oleh bahasa dan politik secara nasional. Jadi, sastra dunia yang merupakan puncak-puncak kesusastraan nasional. Sastra yang reputasi pada sastrawannya dan karya-karyanya diakui secara internasional. Sebuah karya sastra dapat dianggap sebagai karya sastra besar dan diakui secara internasional manakala karya sastra itu ditulis dengan bahasa yang baik, dan dengan matlamat untuk menaikkan harkat dan derajat manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Pemikiran mengenai sastra dunia sangat mempengaruhi konsep sastra bandingan, khususnya pada tahap-tahap awal.
Istilah sastra dunia awalnya dipakai oleh Johann Wolgang von Goethe (1749-1832), seorang sastrawan dan pemikir Jerman. Dia sangat menguasai karya-karya besar sastra dalam bahasa aslinya, khususnya bahasa Inggris, Perancis, dan Itali. Perhatiannya kepada dunia Timur juga sangat besar, antara lain pada dunia Islam dan Cina.
Menurut Hutomo (1993:6), sastra dunia adalah sastra nasional yang diberi peluang meletakkan dirinya dalam lingkungan sastra dunia dengan “fungsi” dan “kriteria” tertentu serta sejajar, atau duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, dengan sastra nasional bangsa lain di dunia. Istilah sastra dunia, sebenarnya, banyak berkaitan dengan istilah weltliteratur yang dikumandangkan oleh pujangga Jerman, Goethe. Konsep Goethe  lebih mengarah pada world masterpieces, atau sastra agung dunia, dan bukan karya sastra golongan teri. Dari sastra India, misalnya, kita dapat merujuk pada epos Mahabarata dan Ramayana.
Menurut Darma (2004a:32), sastra dunia merupakan sastra yang reputasi para sastrawannya dan karya-karyanya diakui secara internasional. Sebuah karya sastra dapat dianggap sebagai karya besar dan diakui secara internasional manakala karya sastra itu ditulis dengan bahasa yang baik, dan dengan matlamat untuk menaikkan harkat dan derajat manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Pemikiran mengenai sastra dunia sangat mempengaruhi konsep sastra bandingan, khususnya pada tahap-tahap awal. Contoh sastra dunia diantaranya adalah novel harry potter karya J.K Rowling, Romeo dan Juliet karya William Shakespeare, Hamlet, julius Caesar.

No comments:

Post a Comment