Tuesday, July 3, 2018

Analisis unsur kemenarikan alur dalam novel

UNSUR KEMENARIKAN ALUR


Analisis unsur kemenarikan alur dalam novel di Bawah Langit Jakarta karya Guntur Alam
Alur sebagai salah satu unsur intrinsik mempunyai keindahan tersendiri. Di bawah ini merupakan keindahan alur yang terdapat dalam novel di Bawah Langit Jakarta karya Guntur Alam, yaitu sebagai berikut.
1)    Tegangan (suspense)
Tegangan terjadi ketika bapak menghadiri undangan ke sekolah membahas tunggakan SPP. Sugiharto dan Mas Umar gelisah menanti keputusan dari pihak sekolah terhadap nasib sekolahnya. Sekolah masih memberikan keringanan sehingga membuat Sugiharto bersemangat. Bahkan ia sangat semangat mengahadpi ujian kenaikan kelas yang tinggal beberapa hari lagi. Namun, salah satu temannya yang bernama Darmanto memaksanya untuk memberikan contekan. Sugiharto menolak memberikan contekan sehingga membuat dirinya dipukuli oleh Darmanto. Kejadian tersebut membuat Sugiharto ketakutan terhadap kemarahan ayahnya. Perkataan ibu yang berterus terang tentang kejadian itu mampu membuat bapak tidak sampai marah. Lalu bapak hanya berpikir cara untuk menyelamatkan masa depan Sugiharto dengan cara menitipkannya di rumah Paman Sukir. Berikut kutipan novel saat bapak menghadiri undangan ke sekolah.
“Pagi ini, nasib kami akan diputuskan. Masih diberi ampunan dan perpanjangan waktu atau harus mengakhiri mimpi sampai sini saja.”

Kutipan di atas berisi sikap pasrah yang ditunjukkan Mas Umar dan Sugiharto dalam menunggu keputusan terhadap nasib sekolahnya. Ternyata sekolah masih memberikan kesempatan untuk belajar. Hal itu dimanfaatkan Sugiharto dengan cara giat belajar menjelang ujian kenaikan kelas. Namun, Sugiharto mengalami pertentangan dalam hati nuraninya ketika Darmanto memaksanya memberikan contekan.
“Aku sudah ngomong kemarin. Jangan pelit!” bentaknya. Aku agak mengeret. Aku ingat ucapannya itu, tetapi aku tak bisa melakukannya. Banyak sekali pertentangan dalam hatiku. Tiba-tiba saja, tinju besar Darmanto mendarat di wajahku. Aku meringis dan terjatuh. Rasa sakit menghantam wajahku seketika. Sepertinya wajahku remuk.”

Sesuai dengan data tersebut dapat disimpulkan bahwa Darmanto sangat kecewa dan marah dengan sikap Sugiharto. Sugiharto terlihat begitu ketakutan. Darmanto dengan marahnya memukul wajah Sugiharto sampai membengkak. Nasib Sugiharto kembali dipertanyakan ketika dirinya disuruh untuk tinggal di rumah Paman Sukir.
“Aku sendiri bingung. Terlalu banyak perasaan yang berkecamuk. Aku ingin terus bersekolah dan mewujudkan impianku, tetapi tidak dengan cara seperti ini. Aku tak ingin berpisah dengan orang-orang yang kucintai. Rasanya seperti terbuang. Ya terbuang.”
    
Dari data di atas dijelaskan bahwa Sugiharto berada pada posisi yang tidak nyaman. Ia bingung dengan pilihan bapaknya dengan cara seperti itu. Ia merasa dirinya telah dibuang oleh keluarga. Sugiharto belum menyadari bahwa pilihan bapak yang terbaik untuknya. 
2)    Daya duga bayang (foreshadowing)
Daya duga bayang terjadi ketika bapak membawa keluarganya pindah dari Medan ke Jakarta tanpa sepengetahuan Sugiharto. Hal itu membuat pembaca menduga bahwa ada alasan yang membuat bapak memutuskan untuk pindah di Jakarta.
“Kehidupan kami di Jakarta sangat miskin. Aku tak tahu kenapa dulu bapak mengajak kami pindah ke sini. Pernah sih, aku ingin bertanya kepada ibu karena aku pikir ibu pasti tahu alasannya. Akan tetapi, aku tak berani. Jadi, ku pendam saja rasa penasaranku sampai detik ini.”

Pada kutipan di atas, pengarang menggambarkan kehidupan keluarga Sugiharto yang sangat miskin selama di Jakarta. Sugiharto juga tidak tahu alasan bapak pindah ke Jakarta. Namun, penonton dapat menduga bahwa perpindahan bapak beserta keluarga pasti mempunyai sebab. Dugaan penonton terbukti dengan adanya kutipan yang berisi penjelasan Bang Abdul terkait dengan alasan sebenarnya bapak pindah ke Jakarta.
“Setahun setelah kalian tiba di Jakarta, peristiwa Gerakan 30 September 1965 pecah. Ekonomi bangsa kita morat-marit. Presiden Soekarno digulingkan. Padahal, beliaulah harapan bapak kalian pindah ke sini. Harapannya itu padam.”

Dalam kutipan tersebut dijelaskan bahwa Bang Abdul mengungkapkan alasan Bapak yang ingin menjadi salah satu Menteri di bawah pemerintahan Presiden Soekarno. Lengsernya Presiden Soekarno membuat cita-cita Bapak musnah. Karena hal tersebut, akhirnya Bapak hanya bekerja sebagai penjual bubur kacang hijau.
Daya duga bayang dalam novel ini terjadi pada saat Sugiharto lupa tidak meminta uang saku untuk sekolah. Hal itu membuatnya harus pulang jalan kaki berkilo-kilo meter. Pembaca dapat menduga bahwa Bi Karminah beserta keluarganya pasti sangat khawatir dengan keadaan Sugiharto yang belum sampai rumah menjelang magrib.
“Bu, Sugi pulang Bu!” teriak Lilik yang berdiri di depan rumah. Sepertinya aku sudaah membuat kehebohan.
Bi Karminah muncul dengan wajah demikian lega. Dia menatapku dengan mata berkaca-kaca. Tergesa beliau menyongsongku yang demikian kuyu dan lelah.
“Kamu ke mana saja, Gi? Baru pulang sekarang. Bibi khawatir sekali. Paman dan Mas Sugeng sedang mencarimu dengan motor.”

Dari kutipan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dugaan pembaca terbukti dengan adanya rasa khawatir yang ditunjukkan Bi Karminah beserta keluarganya. Kekhawatiran itu membuat Paman Sukir dan Mas Sugeng sampai mencarinya dengan sepeda motor. Daya duga bayang selanjutnya terjadi ketika satu minggu menjelang ujian, Bapak belum juga melunasi tunggakkan SPP. Pembaca dapat menduga peristiwa yang akan terjadi selanjutnya.
“Tolong serahkan surat ini kepada bapakmu. Sebentar lagi ujian kenaikan kelas.” Hanya kalimat itu yang Bu Fatimah ucapkan. Ekspresi wajahnya seperti yang kukenal. Datar. Tanpa senyum sama sekali. Aku bahkan belum melihat Bu Fatimah tersenyum. Mungkinkah dia memang tak bisa tersenyum? Entahlah.

Sesuai dengan data di atas, dugaan pembaca terbukti dengan adanya surat panggilan kepada Bapak akibat belum dapat melunasi SPP. Bapak diminta datang ke sekolah guna membahas tunggakan tersebut.
3)    Kejutan (surprise)
Kejutan terjadi ketika Bapak memutuskan untuk menitipkan Sugiharto kepada Paman Sukir, ketika Tuti akan membayar kredit kepada Bi Karminah, ketika Bi Karminah membelikan sepatu baru untuk Sugiharto, dan ketika Sugiharto ingin memberikan hasil tabungannya kepada Pei.
Di antara Sugiharto dan Mas Umar akan dititipkan kepada Paman Sukir. Hal tersebut dilakukan Bapak untuk menyelamatkan masa depannya agar tidak perlu menunggak SPP lagi. Percakapan Mbak Sum dan Ibunya membuat Sugiharto terkejut. Pembaca mengira bahwa Sugiharto tidak akan pernah mau untuk tinggal bersama Paman Sukir. Namun, diluar dugaan ternyata Sugiharto bersedia membantu keperluan Bi Karminah dan Paman Sukir. Pembaca merasa terkejut dengan tindakannya.
“Bapak ke mana Bu?” tanya Mba Sum
“Ke Priok. Ke Rumah Paman Sukir.”
“Ada apa?” Mbak Sum bertanya lagi.
“Bapak mau nitip Ugi atau Umar ke sana biar bisa terus sekolah.” jawab Ibu. Beliau tergesa menoleh, tak ingin bertatapan mata denganku.
(di Bawah Langit Jakarta, 2014 : 72).

“Aku mau tinggal di Priok Pak.” ucapku mantap tanpa basa-basi lagi.

Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan bahwa Sugiharto atau Mas Umar akan dititipkan kepada Paman Sukir. Hal tersebut membuat Sugiharto sedih bila harus berpisah dengan keluarga. Setelah berpikir matang-matang, akhirnya Sugiharto bersedia untuk membantu keluarga Paman Sukir. Sikap Sugiharto yang demikian itu tidak sesuai dengan dugaan pembaca yang mengira bahwa ia tidak akan mau tinggal di rumah Paman Sukir.
Sugiharto diantarkan Bapak pergi ke rumah Paman Sukir dan Bi Karminah. Sugiharto sudah membawa keperluan perlengkapan yang dibutuhkan selama tinggal di rumah Paman Sukir. Pembaca menduga bahwa Sugiharto tidak akan betah tinggal di rumah Paman Sukir. Namun, pembaca merasa terkejut dengan kedatangan Tuti yang mampu membuat Sugiharto merasa nyaman berada di rumah itu.
“Mendadak rasa ganjil itu kembali merayapiku. Tanpa aku sadari, aku senyum-senyum sendiri. Pikiranku yang tadi begitu mumet lantaran masih dipenuhi bayang-bayang ketakutan akan hidup jauh dari Bapak dan Ibu, kini berubah dalam sekejap. Semua terasa indah laksana taman penuh bunga.”

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Sugiharto mulai merasa senang dengan kesan pertama yang membuatnya bertemu dengan Tuti. Peristiwa itu mampu mengusir ketakutan dalam diri Sugiharto dan membuatnya betah tinggal di rumah Paman Sukir. Dugaan yang terbesit dalam diri pembaca tidak sesuai dengan apa yang diharapkan pembaca karena Sugiharto akhirnya merasa senang ada di rumah Paman Sukir. Kejutan juga terjadi ketika Bi Karminah merasa empati melihat sepatu Sugiharto yang rusak. Lalu hatinya tergerakkan untuk membelikan sepatu yang baru untuk Sugiharto.
“Tak hanya itu, setelah melihat sepatuku yang demikian mengerikan, Bi Karminah membelikanku sepatu yang baru. Aku sampai menangis melihatnya setelah Bi Karminah pergi. Aku tak ingat, kapan kali terakhir aku memakai sepatu yang benar-benar baru, bukan bekas.”

Pada paparan tersebut, dijelaskan bahwa setelah melihat sepatu Sugiharto yang makin rusak akibat pulang jalan kaki, hati Bi Karminah tergerakkan untuk membelikannya sepatu yang baru. Sugiharto merasa sangat senang. Hal tersebut di luar dugaan pembaca yang tidak mengira akan dibelikan sepatu baru bukan sepatu bekas punya Lilik. Kejutan selanjutnya terjadi ketika terbesit niat untuk membantu Pei bersekolah. Ia sangat baik kepada sahabatnya sampai pembaca benar-benar terkejut dengan yang dilakukannya untuk Pei, yaitu memberikan uang tabungannya selama dua tahun.
“Sampai siang ini, ketika aku hendak memasukkan beberapa uang logam ke dalam celengan tanah liat yang kubeli setahun lalu, mendadak sebuah ide terlintas. Kuangkat celengan jago itu. Cukup berat. Mungkin sudah lebih dari setengah tubuh ayam ini berisi uang logam. Uang itu sisa ongkos sekolah, sisaa belanja dari Bi Karminah, dan sedikit dari gajiku. Aku tidak tahu berapa jumlah di dalamnya. Aku sudah mengisinya selama dua tahun. Apa uang ini cukup untuk Pei sekolah?”

Kutipan di atas berisi niat baik Sugiharto membantu Pei agar dapat terus bersekolah. Sebagai sahabatnya, ia merasa iba dengan musibah yang dialami Pei dan ingin membantu menyelamatkan masa depannya. Ia berniat memberikan uang tabungannya selama dua tahun untuk sekolah Pei. Tindakannya tersebut mampu membuat pembaca terkejut.

4)    Kebetulan
Unsur kebetulan dalam novel di Bawah Langit Jakarta terjadi pada saat Pak Said yang secara kebetulan motivasinya sesuai dengan keadaan yang dialami oleh Sugiharto, secara kebetulan Sugiharto mendengar percakapan salah seorang tukang becak yang menitip beli rokok klobot, secara kebetulan Sugiharto berkunjung ke rumah Tuti saat akan menarik kredit Bi Karminah.
Motivasi Pak Said yang secara tidak sengaja sesuai dengan keadaan yang dialami Sugiharto. Pak Said berharap supaya anak didiknya mempunyai semangat belajar yang tinggi tanpa memerdulikan tunggakan SPP, seragam kumal, dan sepatu rusak. Motivasi yang diberi Pak Said mampu membuat Pei dan Sugiharto tidak lagi memikirkan keadaan tersebut.
“Jadi, belum bayar, sepatu robek, atau baju kumal bukan alasan untuk tidak sekolah.”

Sesuai dengan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pak Said mengajak semua siswa untuk semangat bersekolah tanpa harus memikirkan tunggakan SPP, sepatu robek, dan seragam kumal. Kebetulan lainnya terjadi ketika Sugiharto mendengar salah satu percakapan tukang becak yang menitip kepada temannya untuk membelikan rokok klobot.  
“Dan puncak ketertaikanku itu ketika aku mendengar salah seorang penarik becak menitip beli rokok kepada teman mereka yang akan menarik penumpang. Aku baru sadar di pangkalan becak Kebon Bawang ini tidak ada toko yang menjual rokok klobot, baik bungkusaan maupun eceran. Seperti mendapat ilham, seketika aku tersenyum semringah. Bukankah aku bisa mendapat uang tambahan dari sini? Aku bisa menjual rokok kepada mereka!”

Dalam kutipan tersebut disebutkan bahwa secara kebetulan Sugiharto mendengar percakapan salah seorang penarik becak yang menitip beli rokok kepada temannya. Percakapan itu membuatnya makin tertarik karena di Kebon Bawang belum ada toko yang menjual rokok. Kesempatan itu dimanfaatkan Sugiharto untuk berjualan rokok klobot. Secara kebetulan juga terjadi pada saat Sugiharto menarik kredit dari rumah ke rumah. Tidak sengaja, rumah yang didatangi adalah rumahnya Tuti.
“Ini uangnya. Kata Ibuku tinggal empat kali lagi ya?” Tuti meletakkan beberapa lembar uang kertas di meja. Aku tergesa membuka buku catatan kredit, melihat daftar nama, dan memberi tanda X pada salah satu kolom bernama Sri. Tadi memang hanya bertulis nama Ibu Sri, Jalan Bugis nomor 46. Aku tidak menduga sama sekali bila ini alamat rumah Tuti.”

Pada kutipan di atas dijelaskan bahwa secara kebetulan Sugiharto mengambil kredit dari rumahnya Tuti. Ia tidak menyangka ternyata rumah yang bertuliskan nama Ibu Sri itu adalah rumah Tuti yang terletak di Jalan Bugis nomor 46. Kebetulan itu membuat Sugiharto menjadi dekat dengannya.
5)    Kebolehjadian (plausibility)
Kebolehjadian dalam novel ini terjadi pada saat Sugiharto diancam akan dipukul jika tidak memberinya contekan. Darmanto merasa dirinya tidak bisa mengerjakan soal ujian sehingga memaksa Sugiharto untuk berbagi jawaban. Ancaman Darmanto membuat dirinya ketakutan, tetapi ia juga tidak ingin berbuat curang dalam ujian. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk tidak memberikan contekan kepada Darmanto. Sebagai seorang siswa, seharusnya Darmanto mengerjakan soal ujian sendiri, tanpa mencontek kepada Sugiharto.
“Ah, alasan.!” umpatnya. “Pokoknya besok kau harus bantu aku kalau nggak bisa jawab. Jangan pelit! Awas kalau nggak bantu! ucap Damanto sambil memamerkaan tinjunya yang besar ke arahku. Aku menelan ludah melihat tinju itu.”

Kutipan di atas berisi ancaman pukulan Darmanto yang ditujukan kepada Sugiharto jika dirinya pelit, tidak mau berbagi jawaban. Ancaman itu membuat Sugiharto ketakutan. Namun, di sisi lain Sugiharto tidak ingin berbuat curang dalam ujian.


1 comment:

  1. Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang kesulitan masalah keuangan ingin seperti saya.. Perkenalkan nama saya abdul rochman junaidy umur 38 tahun Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa Tumbal yaitu uang gaib karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar 785 juta saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa melunasi hutang saya. Secara tidak sengajah sewaktu saya buka-buka internet saya menemukan salah satu situs abah duihantoro saya baca semua isi situs beliau akhirnya saya tertarik untuk meminta bantuan kepada abah duihantoro. Awalnya sih memang saya ragu dan tidak percaya tapi selama beberapa hari saya berpikir, akhirnya saya memberanikan diri menghubungi abah duihantoro di nomer 085298463149 singkat cerita alhamdulillah beliau sanggup membantu saya melalui pesugihan uang gaib sebesar 2 milyard dan pada saat itulah saya sangat pusing memikirkan bagaimana cara saya berusaha agar bisa memenuhi persyaratan yg abah sampaikan sedangkan saya tidak punya uang sama sekali. Akhirnya saya keliling mencari pinjaman alhamdulillah ada salah satu teman saya yg mau meminjamkan uangnya akhirnya saya bisa memenuhi
    syarat yg abah duihantoro sampaikan.. singkat cerita selama 3 hari saya sudah memenuhi syaratnya saya dapat telpon dari abah untuk cek saldo rekening saya,, saya hampir pingsan melihat saldo rekening saya sebesar 2M 150 ribu rupiah. Singkat cerita bagi saudara(i) dimanapun anda berada jika anda menemukan pesan saya ini dan anda sudah berhasil mohon untuk di sebarkan agar saudara(i) kita yg diluar sana yg sedang dalam himpitan hutang atau ekonomi semua bisa bebas.. Jika saudara(i) ingin seperti saya silahkan konsultasi atau hubungi abah duihantoro di 085298463149 / whatsapp +6285298463149 sosok beliau sagat baik dan peramah dan sagat antusias membantu orang susah. Demi allah demi tuhan inilah kisah nyata saya abdul rochman junaidy semoga dengan adanya pesan singkat ini bisa bermanfaat sekian dan terima kasih...






    ReplyDelete