SINOPSIS NOVEL |
Novel ini berkisah perjuangan tokoh utama dalam
mencapai cita-cita menjadi seorang menteri BUMN. Namanya Sugiharto, lahir pada
29 April 1955 di Medan. Sebelum pindah ke Jakarta pada tahun 1964, ia bersama
keluarganya hidup berkecukupan dan jauh lebih baik ketika masih berada di Medan. Ayahnya
dulu bekerja sebagai pegawai di Kantor Pertanian.
Pada tahun 1960-an, Presiden Soekarno berencana mengangkat 100 menteri
untuk dapat menampung aspirasi politik dari dua kubu,
yakni kubu komunisme dan
sosialisme. Bapak mendapatkan informasi bahwa dirinya akan diangkat menjadi salah satu Menteri kabinet tersebut. Oleh karena itu, Bapak memutuskan untuk pindah ke Jakarta bersama anak
dan istrinya. Namun, kenyataan tidak sesuai dengan harapan. Sejak 30 September 1965 Presiden Soekarno digantikan sementara oleh Soeharto
karena Presiden Soekarno dikabarkan mulai sakit-sakitan.
Karena hal tersebut, harapan Bapak menjadi salah satu kabinet 100 Menteri menjadi padam.
Bapak hanya bekerja menjadi penjual bubur kacang hijau
di Jakarta, sedangkan
ibunya hanya berjualan bubur nasi dan keripik singkong. Kehidupan yang keras di
Jakarta, mereka lalui dengan ikhlas, sabar, dan kerja keras untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Apalagi pada saat itu, semua harga kebutuhan pokok menjadi
ikut mahal. Hal tersebut menyebabkan Bapak mengalami kesulitan dalam memenuhi asupan gizi
keluarga termasuk kesulitan dalam biaya pendidikan untuk anak-anaknya.
Akhirnya, Sugiharto dan Mas Umar terancam tidak bisa ikut ujian kenaikan kelas.
Berkali-kali diingatkan oleh Bu Fatimah, tetapi Bapak belum bisa membayar juga sampai uang SPP
menunggak selama enam bulan. Kejadian tersebut membuat Bapak dipanggil pihak sekolah untuk datang pada acara
rapat wali murid membahas biaya SPP. Bersyukur pihak sekolah masih memberikan
keringanan bagi wali murid yang belum mampu melunasi SPP.
Sugiharto masih dapat mengikuti ujian kenaikan kelas.
Ia belajar sungguh-sungguh agar dapat naik kelas. Ujian kelas dilewati
Sugiharto penuh tantangan. Ia mengalami konflik batin ketika dirinya dipaksa
memberikan contekan kepada Darmanto. Jika tidak mau, Darmanto berniat memukulnya. Sugiharto ingin bersikap adil dan jujur pada
dirinya. Jika ia ketahuan memberikan contekan, ia akan dihukum dan membuat
kecewa orang tuanya. Ia tidak ingin melakukan itu. Ia tetap berpegang teguh
pada pendiriannya tidak memberikan contekan kepada Darmanto dengan konsekuensi
yang harus diterima.
Setelah ujian selesai, Sugiharto benar-benar dipukul
oleh Darmanto sehingga membuat wajahnya luka dan lebam. Hal itu membuat dirinya
gelisah ketika akan pulang. Ia tahu bahwa bapaknya sangat tidak suka kepada
anak yang suka berkelahi. Namun, Ibu mengatakan kejadian
itu secara jujur
kepada Bapak. Bapak
tidak sampai marah kepada Sugiharto.
Malam harinya, Bapak memberikan pilihan tersulit dalam hidup
Sugiharto. Jika Sugiharto ingin tetap sekolah dan mengejar cita-cita, ia harus
bersedia tinggal di rumah Paman Sukir dan Bi Karminah untuk membantu pekerjaan mereka. Tentu ini
keputusan yang sangat sulit apalagi Sugiharto tidak ingin jauh dari keluarga.
Kata-kata Mas
Umar dan Pei mampu membuatnya termotivasi dan memantapkan hati untuk tinggal di
rumah Paman Sukir. Ada banyak tugas yang harus ia lakukan
mulai dari menyapu, mengepel, mencuci piring, mencuci baju, belajar memasak,
menyiram bunga, mem-persiapkan minum pada sore hari, dan masih banyak
lagi.
Sugiharto bersyukur atas keputusan dari bapaknya. Hal itu membuat dirinya belajar mandiri, disiplin, kerja
keras, tanggung jawab, membantu mewujudkan mimpi Bapak, dan membuatnya bertemu dengan cinta. Ia tumbuh
menjadi sosok yang penuh ketulusan, kesederhanaan, dan pantang menyerah. Selain
itu, ia juga suka menabung dan kritis. Hal itu dibuktikan ketika ia mulai suka
berhemat,
sedangkan sikap kritis ia
tunjukkan ketika melihat peluang usaha di pangkalan becak,
yakni berjualan rokok kelobot batangan.
Sugiharto juga membantu menarik kredit Bi Karminah, melayani pembelian air ledeng, dan menjadi
tukang parkir
di Bioskop Taruna. Setelah lulus dari SMA, ia merasa galau.
Akhirnya,
ia memutuskan untuk ikut
bekerja bersama Mas Umar di Gaya Motor. Ia bekerja sebagai kuli angkut suku cadang
kendaraan bermotor di Tanjung Priok. Sugiharto tidak hanya sebagai buruh angkut, tetapi juga mendaftarkan diri di lembaga kursus
terbaik yaitu Pusat Kursus-Kursus Negeri.
Sembari kursus, ia terus mencari pekerjaan yang lebih
baik daripada menjadi kuli angkut di Tanjung Priok. Ia terus mencari informasi
lowongan pekerjaan di
koran-koran. Dari koran, ia mendapatkan lowongan pekerjaan di Departemen Keuangan dan lowongan kerja di SGV Utomo.
Dari informasi tersebut, Sugiharto
memutuskan untuk bekerja di SGV Utomo yang membuatnya menjadi akuntan muda
selama enam bulan di Filipina.
Rezeki yang Tuhan beri membuat Sugiharto ingin
melanjutkan ke bangku kuliah. Ia memutuskan untuk kuliah malam di Universitas Jayabaya mengambil Jurusan Akuntansi. Setamat dari Universitas Jayabaya, ia melanjutkan ke Universitas Indonesia Jurusan Ekonomi. Pada periode 2004-2007, Sugiharto bekerja
sebagai menteri BUMN di bawah pemerintahan
Bapak Susilo Bambang Yudhoyono.
No comments:
Post a Comment